Cerita Pendek (cerpen)

KUMPULAN CERPEN REMAJA YANG TERBARU


1. CERPEN bertajuk Hari-Hari Huru-Hara (500 kata)

Magic Pengerat
Kutu komik, begitulah teman – teman memanggil nama seorang bocah yang doyan melahap beberapa komik dalam kesehariannya. Namanya aslinya sih haniv. Tapi yang manggil namanya dengan benar hanya orang tuanya saja. Haniv kini duduk di salah satu SMP di kota Purbalingga. Setiap harinya ia berangkat ke sekolah dengan sepeda motor milik ayahnya sekitar jam 6 pagi.
Hingga pada suatu pagi motor ayahnya mogok dan bersamaan dengan itu juga ia bangun kesiangan. Dengan terpaksa iapun berjalan kaki sendiri dengan kondisi terburu-buru. Ketika  sedang berjalanmenuju sekolah tiba – tiba ia tersandung benda. “Aduuuuuhhh, apa ini?”
Ketika diambil dan dilihat, ia kaget ternyata benda itu adalah boneka mirip tikus yang sudah lusuh. Karena bentuknya jelek, maka ia buang jauh-jauh. Tanpa ia sadari diam – diam boneka tadi berjalan mengikuti haniv dan masuk ke dalam tasnya.
Langkah demi langkah ia lalui tanpa ada rasa aneh sedikitpun. Hingga di ujung jalan besar yang ia lalui ada sekelompok ibu – ibu yang mendekat dan menyelanya. “Hei nak, kamu niat sekolah apa enggak sih? Jam segini baru berangkat. Huh dasar..”
Hanivpun tak memperdulikannya, tapi di dalam benaknya ada rasa kesal dan ingin membalas, tapi apa daya. Tanpa sepengetahuan haniv boneka tikus tadi keluar dari tasnya dengan berwujud tikus asli dan mendekati ibu – ibu yang tadi sempat menyela haniv. Semakin mendekat dan mendekat, alhasil salah satu ibu tadi melihatnya dan menjerit. “aaaaaaaaaaa tolongg ada tikusss....”. mendengar ibu tadi menjerit, semua ibu – ibu yang ada pun menjerit dengan bebas.Jeritan para ibu tak terdengar oleh haniv karena ia berjalan dengan cepat dan sudah jauh dari tempat tadi.
Sungguh sial nasib haniv hari itu, tidak hanya para ibu yang mengejek haniv tetapi teman sekelaspun ikut membullynya karena dia adalah satu-satunya siswa yang remidi ulangan Bahasa Indonesia. Rasa kesalpun menghampiri haniv, “kenapa sih hari ini aku sial banget ya??? Awas aja, kalo aku ada kesempatan kubalas kau.” Gumamnya dalam hati.
Tiba- tiba boneka tikus yang ada di tas hanivpun berubah dan menyeruak keluar. Tikus itu berlari menuju sekerumunan siswa perempuan yang asyik menggosip dan sempat mengejek haniv tadi.Ternyata tidak hanya menakut – nakuti mereka, tikuspun menggigit kaki salah satu siswa. Alhasil ia pun menjerit kesakitan dan siswi lainpun menjerit dengan longlongan yang merdu pula. Suasana kelaspun menjadi gaduh bah diguyur hujan bongkahan es.
Kejadian serupapun terjadi pula di rumah dan menambah kehangatan suasana sial haniv hari itu. Karena haniv adalah anak yang jujur, maka ia dengan rasa tenang menyerahkan hasil ulangannya yang membara kepada ibunya dengan suasana ramai saudara – saudara haniv saat itu. “ini bu, hasil ulangan haniv” sambil menyodorkan secarik kertas putih.
“ini ulangan apa balado terong? Kok ada merah – merahnya? Hahahaha” ejek kakak perempuannya. Suara tawapun disambut oleh anggota keluarga yang lain.
Hati hanivpun semakin membara seperti nilai ulangannya. Ia langsung berlari menuju kamarnya dan menguncinya. Tikuspun kembali beraksi dengan mengageti kakak haniv yang mengejeknya. Iapun menjerit dengan lantangnya. Jeritan itu disusul jeritan saudaranya yang lain. Suasana rumahpun kini seperti konser dangdut yang ricuh. Haniv yang berada di kamarpun tidak memperdulikan apa yang terjadi diluar. Iapun tertidur dengan pulasnya. -Resli Andika-




2. CERPEN bertajuk 70 tahun Indonesia Merdeka

ini ada cerpen baru by resli andika, temanya sih tentang indonesia merdeka coba gih baca dulu.. semoga bisa mendidik dan menyentuh jiwa nasionalisme kamu ya, hehehe.... silhkan comment and suggest are open... thengkyu.... 

Kokok Merdeka
Nasionalisme adalah sikap yang sangat jarang ditemui pada sebagiaan remaja dewasa ini. Sejak kemunculan gadget-gadget yang sudah sangat canggih yang notabene-nya mampu menyita sebagian besar waktu dalam hidup, sikap nasionalisme remajapun kini hampir pudar ditelan racun waktu raksasa itu. Hal ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja, tetapi sudah merembet ke pelosok desa yang terbilang kecil termasuk pada sebuah desa yang bernamakan Desa Nangkasawit. Meskipun terbilang desa kecil yang notabene-nya masyarakat aktif dan giat, tapi akibat dari globalisasi masyarakat khususnya remaja sudah mulai meninggalkan kehidupan nyata masyarakat pedesaan dan mulai beralih pada kehidupan maya yaitu dengan gadget-gadget canggihnya.
Berbeda dan berbanding terbalik dengan remaja pada umumnya yang asyik dengan ponsel canggihnya masing-masing, seorang remaja yang biasa disapa Faiz malah hampir tidak mempunyai waktu untuk bermain-main apalagi bermanja dengan barang elektronik yang sedang booming itu. Waktu sepulang sekolahnya ia gunankan untuk ngrepek atau mencari kayu bakar dan melakukan aktivitas yang lain.
Kini Faiz tinggal hanya bersama ibunya. Ayahnya sudah lama pergi dan tak tau rimbanya sejak ia masih dalam perut ibunya sampai sekarang. Meskipun demikian Faiz tak pernah mengeluh akan nasibnya, ia berfikir bahwa nasib yang diberikan Tuhan hari ini adalah modal awal untuk meraih masa depan dikemudian hari. Tekad itulah yang membangkitkan semangat jiwa Faiz untuk menggapai keinginan terbesarnya yaitu mengibarkan bendera pusaka sebagai Paskibraka.
Meski harapannya mulia, tapi banyak saja pedang tajam lisan temannya yang mencela akan hal itu. Banyak dari temannya yang menganggap Faiz adalah anak yang tidak tau diri dan tidak melihat kondisi kenyataan dan keinginannya yang terpaut amat jauh.Caci maki serta celoteh-celoteh kasar dan menyayat hati sering didapatnya, namun dirinya tak mau mendengarkannya.
Pada suatu saat ia berfikir kembali akan harapannya yang sering dicela teman teman di sekolahnya.
“aku badanya pendek, posturku jelek. Gimana aku bisa jadi paskibraka yang ngibarin bendera pusaka ?”. Gumam Faiz dalam hati. “lebih baik aku cerita sama ibu aja lah” lanjutnya.
“bu, Faiz boleh cerita sebentar nggak?”
“ya tentu boleh lah nak, emangnya ada apa?”
“gini bu, Faiz kan cita-citanya pengin jadi paskibraka yang ngibarin bendera kaya di TV itu bu. Tapi badan Faiz kan pendek, apa bisa jadi kaya mereka bu?” tanya Faiz lirih.
“Faiz, jadi paskibraka itu bukan hal yang mudah, mereka juga terpilih sudah dari berbagai tingkat seleksi yang ketat tentunya. Mulai dari postur tubuh, pengetahuan ataupun yang lain.” Jawab ibu membenarkan. “meskipun kamu nantinya mungkin tidak jadi paskibraka, tetapi hati dan jiwa paskibraka pasti kau dapat” lanjut ibu.
“maksudnya apa bu?” tanya Faiz bingung.
“nanti juga kau tau sendiri maksud kalimat ibu tadi.” Jawab ibu sambil meninggalkan Faiz.
Sejak saat itu, Faiz mulai berfikir apa maksud perkataan ibu tadi.
Ketika Faiz sedang melamun memikirkan perkataan ibunya, tiba tiba terlintas dalam benaknya maksud perkataan itu.
“apa mungkin yang ibu maksud itu meski tidak bisa mengibarkan bendera pusaka menjadi seorang paskibra, tapi aku juga bisa mengibaran bendera sebagai seorang Faiz yang memiliki jiwa paskibra dan semangat nasionalisme?”` pikirnya. “oh ya itu yang ibu maksud, ya ya ya sekarang aku tahu” lanjutnya dengan penuh semangat.
Setelah itu ia mencari celengan ayam yang dulu pernah diberikan ibu padanya sebagai hadiah ulang tahun.
“oke ayam, sekarang kau itu sahabatku. Sekarang aku menabung di perutmu supaya aku bisa beli kain merah dan putih yang nantinya aku kibarkan di depan rumahku pada tanggal 17 agustus nanti. Aku letakan kau di atas meja belajarku, baik baik ya disini.” Seraya mengelus celengan ayamnya yang sudah mulai pudar warnanya.
Sejak ia menabung di celengan ayam miliknya, ia selalu bangun awal tidak seperti biasanya. Ia selalu mendengar suara ayam berkokok setiap paginya, padahal di sekitar rumahnya jarang ada ayam jantan.
“kukurruyyukkkkkkkkk, kukurruyyyuuuukkkkk”
“lho, aneh sekali ya? Kok ada suara kokokan ayam jantan ya? Ah mungkin itu ayam jantannya pak RT.” Pikirnya. “nggak papa lah, alhamdulillah jadinya aku bisa sholat tahajud deh berkat suara itu” lanjutnya.
Ia tak pernah menyangka bahwa suara kokokan ayam jantan itu berasal dari suara celengannya. Celengannya itu sengaja berkokok agar Faiz bisa bangun awal dan memanfaatkan waktu baiknya untuk berdoa kepada Tuhan.
“okeh, misiku pagi ini berhasil membangunkan Faiz untuk sholat tahajud” kata celengan ayam milik Faiz.
***
Hari demi hari sudah dilalui Faiz, dan besok adalah hari dimana bendera pusaka akan dikibarkan. Hari ini Faiz akan mengambil uang di celengannya untuk membeli kain merah dan putih untuk membuat bendera sendiri.
“yam, hari ini kamu kan ku sembelih, nggak papa ya? Jangan nangis. Uang ini buat beli kain merah sama putih. Ok,” ujar Faiz seraya bersiap dengan pisau di tangannya.
“eh,eh,eh tapi kalo aku sembelih nanti ilang deh, kenang-kenangan dari ibu. Lebih baik aku luasin aja lubangnya terus aku ambil deh uangnya.” terang Faiz.
Dengan segera Faiz memperbesar lubang pada celengannya dan mengocok celengannya sehingga uangnya keluar.
“kriiinciiiinggg,kriiinciiiinggg” dering uang receh yang keluar dari mulut celengan Faiz.
“alhamdulillah uangnya kayaknya cukup nih buat beli kain baru.” Ujar Faiz semangat.
Dengan penuh semangat Faiz berniat untuk segera membeli kain, tapi tiba-tiba ibunya memanggilnya..
“Faiz, Faiz kemarilah nak.” Seru ibu Faiz.
“ya bu, sebentar.” Jawab Faiz seraya meletakan uangnya di meja.
“Faiz, ibu minta maaf nak. Lihatlah gentong beras kita sudah kosong dan ibu sudah tak punya uang lagi buat beli beras. Kamu ada uang ndak buat beli beras dulu, nanti kalo ibu ada rezeki, ibu bakal ganti.” Terang ibu
“sebentar ya bu.”
“duh gimana ya, uang ini mau kubelikan kain. Tapi di rumah nggak ada beras. Duh bingung banget.” “ tapi kalo buat beli kain, nanti ibu kasihan juga nanti gak bisa makan.. ya Tuhan gimana nih” ucap Faiz lirih dan kebingungan.
“hmmmm, ya udah lah. bismillah uang ini buat ibu aja lah. ibu lebih penting dari segalanya.” Gumam Faiz berkaca-kaca.
 “ini bu, Faiz ada uang sedikit.” Sambil menyodorkan uang
“oh baiklah nak, terimakasih nak ibu janji akan ganti uangmu kalau ibu ada rezeki.” Balas ibu dengan senyum.
Walaupun dengan berat hati Faiz memberikan uangnya untuk ibunya, padahal ia sudah berniat membeli kain yang digunakan untuk membuat bendera merah putih. Oleh karena itu dia bimbang dengan hari esok, apakah masih bisa mengibarkan bendera merah putih atau tidak. Setelah detik itu Faiz pun memikirkan cara agar ia masih bisa mengibarkan bendera pusaka esok hari.
Matahari sudah mulai berjalan menuju ufuk istirahatnya, tiba tiba terlintas ide untuk membuat bendera dengan bahan seadanya yang ada di rumah. Langsung saja Faiz mencari kain yang berwarna merah dan putih. Kain merah didapatnya dengan memotong spanduk partai yang sudah tak terpakai, sedang kain putihnya didapatnya dari kain bekas yang tak terpakai.
Hanya bermodalkan benang dan jarum untuk menjahitnya, Faiz bertarung melawan kantuk yang melandanya. Apalagi penerangan yang ia gunakan hanya sebuah sentir (sejenis penerangan tradisional yang menggunakan bahan bakar minyak tanah) yang nyalanya juga tak terlalu terang. Ia berfikir bahwa pengorbanan yang ia lakukan saat ini tidak lebih dari satu derap langkah para pejuang dalam melawan penjajah. Oleh karena itu ia tetap menjahitnya hingga akhirnya ia tertidur dengan bersandar di kursi tua yang didudukinya.
Melihat hal itu celengan ayam yang awalnya hanya melihat saja, sekarang ia mencoba untuk melanjutkan jahitan bendera yang hendak dibuat oleh Faiz.
“aku harus menyelesaikan jahitan ini sebelum Faiz bangun” gumam celengan ayam lirih.
Dengan penuh kehati-hatian si celengan berusaha menyelesaikan jahitannya. Namun ketika pekerjaannya hampir selesai, tiba-tiba Faiz bangun dan  ia kaget setengah mati.
“astaghfirulloh, siapa kamu? Han han han hann......” teriak Faiz
“ssstttttt jangan berisik, aku adalah celengan ayam kamu” terang si  celengan
“bbbagaimaanna kamu bisa hiduupp?” tanya Faiz terbata-bata
“okeh aku cerita sekarang, sebenarnya aku adalah utusan peri yang diutus dari khayangan melalui ibumu untuk menolong pemuda yang rajin sepertimu ,tapi diriku diserupakan celengan ayam. Dan dari dulu yang membangunkan kamu setiap pagi yang berkokok itu aku.” Terang celengan
“oh jadi kamu,, baiklah ayo kita selesaikan. Supaya besok bisa ngibarin bendera.” Ajak Faiz.
Keesokan harinya Faiz bersiap siap untuk memasang bendera hasil jahitannya sendiri. Dengan memakai baju tim nasional sepak bola indonesia dan mulai menyalakan radio miliknya berharap tepat jam 10 nanti ia tak ketiggalan mengikuti alunan musik lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Tepat jam 10 di radio sudah mulai bersiap-siap akan memutar lagu kebangsaan, sementara itu Faiz sedang memasang benderanya pada bambu di depan rumahnya dan dikubur pangkal bawahnya. Dengan posisi hormat sempurna Faiz mulai menghayati lagu yang sedang diputar radio, si celengan juga ikut andil di belakang Faiz. Detik demi detik ia laluinya dengan penghayatan yang luar biasa hingga meneteslah air mata suci dari pelupuk matanya. Dia merasakan kebahagiaan yang luar biasa setelah ia bisa hormat di depan bendera pusaka di hari yang paling bersejarah ini yaitu tanggal 17 agustus. Sang ibu pun melihat apa yang dilakukan anaknya dan menetes juga air mata ibu seketika itu.
Kini Faiz tahu benar benar apa yang maksud dari perkataan ibu waktu itu. “meskipun kamu nantinya mungkin tidak jadi paskibraka, tetapi hati dan jiwa paskibraka pasti kau dapat”. “memang posturku dan fisiku memang jelek sehingga tak bisa membawaku menuju seorang paskibraka, tapi semangat dan jiwaku untuk mengibarkan bendera piusaka di ujung tiang tertinggi di negeri ini ada dan selalu ada serta jiwa nasionalisme dan patriotisme yang akan selalu membara di hati.

..........THE END..........
(Resli Andika)








3. CERPEN bertajuk Sebelum Pukul Tujuh Pagi


Asa sebelum Pukul Tujuh Pagi
Tak lagi benar, pendidikan adalah sesuatu yang tak harus dituntut dan diperoleh. Apalagi statement tersebut muncul di tengah-tengah masyarakat yang notabene adalah masyarakat pedalaman. Mereka berpikir bahwa anak yang lahir terutama anak laki-laki tidak harus mengenyam jenjang pendidikan yang tinggi. Asalkan mereka mampu bertahan hidup dengan cukup itu sudah menjadi modal utama untuk membina kehidupan baru.
Statement sepertinya tak menjadi momok  ataupun penghalang bagi seorang anak yang lahir dari keluarga kurang mampu disebuah desa yang bisa dikatakan terpencil, baik sarana, prasarana dan pembangunan yang masih tertinggal. Sosok anak itu adalah Supena yang memiliki semangat hidup dan berambisi untuk meraih mimpi. Semangat itu tercermin dari sikapnya yang tak pernah  minder melihat teman sebayanya dengan mudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Supena tak pernah memaksa ataupun merengek kepada orang tuanya untuk memenuhi segala keinginannya. Terpenting kini ia sudah mampu menimba ilmu di sekolah.
Supena kini duduk di bangku Sekolah Dasar kelas VI yang kini menginjak semester genap. Sekolah tersebut bisa dibilang metroboledan (sekolah yang dikelilingi kebun singkong) yang kurang mendapatkan perhatian pemerintah. Pasalnya dari tahun ketahun tidak ada pembangunan yang berarti terhadap sarana dan prasarana sekolah tersebut. Akses yang menuju ke sekolah tersebut tergolong extreme karena setiap Supena harus berjalan melewati jembatan bambu tua dan jalan setapak 5 km.
Jalan terjal semacam itu tak menyiutkan asa bocah berumur 12 tahun  itu. Setiap hari Supena bangun jam 04.15 pagi untuk melaksanakan shalat subuh kemudian ia mempersiapkan segala sesuatunya untuk berangkat sekolah termasuk mandi dan sarapan. Kemudian ia berangkat pukul 05.15 pagi karena ia takut terlambat ke sekolah.
          “ Ibu, bapak Supena berangkat dulu “ pamit Supena sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
“ Ya, nak ati-ati di jalan Ibu sama bapak cuma bisa doain kamu” sahut Ibu seraya mengelus rambut Supena.
Supena berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sendirian namun ia tak takut meskipun masih terbilang pagi buta orang-orang desa sudah banyak yang berlalu lalang pergi ke pasar. Perjalanan yang ditempuhnya bisa dikatakan tidak sebentar karena akses yang sulit ditambah kondisi lingkungan yang tidak mendukung.
Rasa takut kerap menghampiri diri Supena ketika melewati jembatan bambu tua yang menjadi satu-satunya akses menuju ke sekolahannya. Kadang ia berpikir dan membayangkan manakala jembatan yang sering ia lewati ambruk. Terlebih arus sungai yang semakin deras dikarenakan musim penghujan.
          “ Duh, arusnya besar banget, berani gak ya ...” gumam Supena lirih.
          Namun, tekad dan semangat yang kuat dalam diri Supena mampu menyingkirkan segala hal yang membuatnya ragu melangkah.
Setibanya di sekolah Supena langsung menuju ke kelasnya dan tak lama kemudian disusul oleh gurunya.
          “selamat pagi anak-anak, Bapak ada satu informasi terbaru yaitu ujian nasional akan dilaksanakan dua minggu lagi. Bapak harap kalian mempersiapkan segala sesuatu terutama mental dan fisik” Ujar salah seorang guru. “ Siap Pak! “ sahut semua siswa dengan lantang.
***
Tibalah hari yang paling menegangkan bagi anak-anak kelas VI terutama Supena. Hal ini dibarengi dengan tibanya puncak musim hujan, air bah datang menyapu bersih jembatan yang menjadi akses menuju ke sekolah.
Seperti biasa pagi-pagi sekali Supena berangkat ke sekolah, sesampainya di tepi sungai ia terkejut melihat jembatan yang biasa dilaluinya sudah tidak ada. Kini hanya tinggal bongkahan bambu rapuh yang tersangkut di tepi sungai. Hal ini membuat hati Supena gelisah karena ia merasa dilema bagaimana ia akan sampai ke sekolah, sedangkan jembatan tersebut sudah lenyap termakan arus air. Kemudian ia berpikir secara keras agar dapat melewati sungai tersebut dan dapat melaksanakan UN dengan lancar. Tanpa berpikir panjang dia langsung melepas seragam dan sepatunya kemudian mulai berjalan menyebrangi sungai tersebut. Dengan semangat dan sedikit kekhawatiran yang menghampirinya ia berhasil melewati dan sampai di sekolah dengan selamat dan tepat waktu.
Bel sekolah pun berdenting, semua anak memasuki kelasnya termasuk Supena dengan memakai seragam yang sedikit basah. Walaupun demikian Supena tetap berusaha sekuat kemampuannya untuk mengerjakan soal-soal UN. Dengan segala persiapan yang telah dilakukan, ia mampu menaklukan soal-soal yang dianggap oleh sebagian besar siswa sulit.
Hari demi hari ia lewati dengan penuh semangat meskipun ada banyak hambatan yang ia lalui termasuk perihal putusnya jembatan yang menjadi akses ke sekolah. Hal tersebut tak menjadi masalah, baginya itu adalah sebagian kecil dari segala perjuangannya menuju apa yang ia cita-citakan.
***
Hari dimana pengumuman hasil UN pun tiba. Supena bingung, bagaimana ia tak akan telat berangkat ke sekolah, sedangkan air sungai yang biasa dilaluinya meluap. Meskipun demikian ia tetap bersikeras untuk menyeberangi sungai tersebut bagaimanapun caranya. Perjuangan yang keras dilakukan Supena dalam menyeberangi sungai. Pertama ia melemparkan seragam yang sudah dilepasnya untuk menghindari seragamnya basah. Kemudian ia mulai menyeberangi sungai dengan memegang akar pohon yang menggantung. Hampir saja ia terbawa arus karena tangannya yang memegang akar pohon hampir terlepas, untung saja ia masih punya kekuatan untuk menarik badannya menuju ketepian. Dengan tenaga yang hampir habis setelah melewati sungai, ia memantapkan langkah kakinya menuju ke sekolah.
Sesampainya di sekolah dengan kondisi ngos-ngosan ia langsung menuju ke lapangan untuk berbaris dan mengikuti upacara pengumuman hasil UN.
“Asalamualaikum Wr. Wb. ya, kini tibalah saat yang dinanti-nantikan. Sebentar lagi bapak akan mengumumkan hasil UN” ujar pak kepala sekolah mengawali pidatonya.
 “Dengan penuh rasa bangga bapak akan mengumumkan nilai terbaik di sekolah kita bahkan di kecamatan. Untuk mengapresiasi anak itu kami telah mengajukan beasiswa ke sekolah favorit di kota. Dengan nilai UN 29,75 diraih oleh.... ananda Supena. Selamat kepada ananda supena atas prestasi yang telah diraihnya” Ujar kepala sekolah diramaikan oleh tepuk tangan dari siswa lain.
Tanpa berpikir panjang Supena langsung melakukan sujud syukur, berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan segala nikmat baginya.
Setelah sekolah usai, Supena pulang dengan membawa perasaan gembira yaitu secarik kertas bertluliskan kata “LULUS” dan “BEASISWA”.
“Aku berhasil bu” ucap Supena dengan lantang dan langsung memeluk ibunya. Haru bercampur bahagia menyelimuti keluarga kecil yang sederhana. Sekarang Supena yakin bahwa siapapun kita, apapun latar belakang kita, kita punya hak untuk SUKSES.
---
                   SMK N 3 PURBALINGGA
                   Resli Andika

1 komentar: